Login

Ammar Daim telah kembali ke kampung halamannya. Ib

Author:unloginuser Time:2024/09/24 Read: 3765

Ammar Daim telah kembali ke kampung halamannya. Ibu dan ayahnya telah meninggal dunia. Ammar cuba untuk membiasakan dirinya dengan kehidupan yang sederhana. Dia melawat kubur ayah dan ibunya di pedalaman kampung dan cuba mengingati kenangan yang sempat dirakamkan dahulu.

Di tengah-tengah sawah padi yang luas dan menghijau, Ammar Daim melangkah perlahan. Udara segar pedesaan menusuk ke dalam paru-parunya, membawa bau tanah yang lembap dan aroma bunga melati yang samar-samar. Rumah kayu tua di depan mata itu adalah bukti nyata akan kampung halamannya yang telah lama ditinggalkannya. Kembali ke sini, berhadapan dengan kenangan pahit, adalah langkah yang sulit, namun Ammar tahu, inilah saatnya.

Ayahnya, seorang petani yang sederhana, dan ibunya, seorang tukang jahit yang rajin, telah pergi meninggalkan dunia ini. Ammar telah merantau ke kota besar untuk mengejar impian dan karir yang lebih baik. Saat panggilan telepon mengabarkan kepergian orang tuanya, hatinya remuk. Dia harus kembali, untuk menghibur diri dengan kenangan, dan menziarahi pusara orang tuanya yang tercinta.

Langkah kakinya terasa berat. Dia melangkah masuk ke halaman rumah, tempat di mana dia pernah bermain layang-layang bersama adiknya, tempat di mana dia pernah membantu ayahnya mencangkul sawah, dan tempat di mana ibunya selalu menunggunya pulang dengan segelas air teh hangat. Rumah yang dahulu meriah kini sepi dan sunyi, berdebu dan dipenuhi dengan bau kayu lapuk.

Ammar duduk di beranda, menatap langit senja yang memerah. Kenangan demi kenangan muncul di benaknya, bagaikan filem lama yang diputar kembali. Dia teringat saat ibunya membacakan dongeng sebelum tidur, saat ayahnya mengajarkannya memancing di sungai, dan saat-saat bahagia bersama adiknya yang telah lama tiada.

Dengan hati yang berat, Ammar melangkah menuju perkuburan di tepi sungai. Kuburan ayah dan ibunya terletak berdampingan, di bawah pohon kelapa tua. Di atas batu nisan, terukir nama mereka dengan kaligrafi indah. Air mata membasahi pipinya. Dia berbisik, “Ayah, Ibu, Ammar pulang.”

Di sana, di tengah kesunyian perkuburan, Ammar meluangkan waktu untuk mengenang masa-masa indah yang pernah dia lalui bersama kedua orang tuanya. Dia membaca doa, meletakkan bunga segar di atas kubur mereka, dan mencoba untuk memahami makna kehidupan yang singkat ini.

Ammar Daim, pria yang pernah meninggalkan kampung halamannya untuk meraih mimpi, kembali ke tempat di mana ia dilahirkan. Dia telah kembali bukan hanya untuk menziarahi kuburan, tetapi untuk menziarahi hatinya sendiri. Di sini, di tengah kesederhanaan kampung halamannya, dia belajar untuk menghargai nilai-nilai kehidupan yang sederhana, dan menemukan kedamaian yang telah lama dia cari. Dia akan tetap tinggal di sini, untuk menjejak kembali langkah-langkah yang pernah dilalui orang tuanya, untuk menjaga warisan mereka, dan untuk menemukan kembali arti sebenarnya dari hidup.